Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menggelar Bedah Buku “Benturan NU-PKI 1948-1965” karya H Abdul Mun’im DZ di Kampus Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC).Bedah buku yang berlangsung Rabu (28/09) dihadiri oleh lebih dari 350 peserta yang terdiri dari kader Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Komisariat IPNU-IPPNU se-Kabupaten Cirebon, mahasiswa, serta tamu undangan. Tamu undangan yang hadir, di antaranya utusan dari berbagai kampus yang ada di kota Cirebon serta dari pengurus IPNU-IPPNU se-Wilayah III Cirebon, seperti Pengurus PC. IPNU- IPPNU Kota Cirebon, PC IPNU-IPPNU Kabupaten Indramayu.
Hamdan Tsani Tyo selaku ketua pelaksana bedah buku ini mengaku bahagia karena acara berjalan dengan lancar, peserta yang hadir pun lebih dari target kami. Itu berarti, banyak orang yang merespon positif dan merasa penasaran mengenai sejarah NU dan PKI di masa lalu.
“Apalagi ini momen yang tepat untuk mengingat sejarah dulu mengenai PKI, yakni peristiwa yang terjadi pada akhir bulan September yang dikenal dengan peristiwa G 30 S PKI,” ungkap Hamdan.
Menurut Abdul Mun’im, yang tak lain adalah penulis buku “Benturan NU-PKI 1948-1965” menjelaskan bahwa buku ini menjelaskan beberapa rangkaian peristiwa bagaimana PKI melakukan propaganda, memprovokasi, meneror, dan menyerang NU serta pesantren.
“Dalam buku ini juga dikemukakan pelurusan tentang permintaan maaf Gus Dur terhadap para korban G 30 S PKI yang mengalami kesalahpahaman. Artinya dipahami secara salah. Selain itu, juga megungkapkan sikap NU terhadap propaganda PKI,” ,jelasnya.
Sementara Ketua PC IPNU Kabupaten Cirebon, Ayub Al Ansori mengatakan, dengan bedah buku ini kader NU khususnya IPNU-IPPNU bisa menggali sejarah mana yang sepaptutnya kita pegang sebagai panutan sejarah, bukan untuk membuka luka lama, sehingga timbul konflik baru, tetapi sebagai tabayun dan tarbiyah bagi kita bahwa ada penggalan yang musti kita ingat dan pelajari.
“Gus Dur pun pernah bilang, kita mesti memaafkan tapi tidak untuk melupakan,” tambah Ayub. (Nur Jannah/Mahbib)
Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menggelar Bedah Buku “Benturan NU-PKI 1948-1965” karya H Abdul Mun’im DZ di Kampus Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC).Bedah buku yang berlangsung Rabu (28/09) dihadiri oleh lebih dari 350 peserta yang terdiri dari kader Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Komisariat IPNU-IPPNU se-Kabupaten Cirebon, mahasiswa, serta tamu undangan. Tamu undangan yang hadir, di antaranya utusan dari berbagai kampus yang ada di kota Cirebon serta dari pengurus IPNU-IPPNU se-Wilayah III Cirebon, seperti Pengurus PC. IPNU- IPPNU Kota Cirebon, PC IPNU-IPPNU Kabupaten Indramayu.
Hamdan Tsani Tyo selaku ketua pelaksana bedah buku ini mengaku bahagia karena acara berjalan dengan lancar, peserta yang hadir pun lebih dari target kami. Itu berarti, banyak orang yang merespon positif dan merasa penasaran mengenai sejarah NU dan PKI di masa lalu.
“Apalagi ini momen yang tepat untuk mengingat sejarah dulu mengenai PKI, yakni peristiwa yang terjadi pada akhir bulan September yang dikenal dengan peristiwa G 30 S PKI,” ungkap Hamdan.
Menurut Abdul Mun’im, yang tak lain adalah penulis buku “Benturan NU-PKI 1948-1965” menjelaskan bahwa buku ini menjelaskan beberapa rangkaian peristiwa bagaimana PKI melakukan propaganda, memprovokasi, meneror, dan menyerang NU serta pesantren.
“Dalam buku ini juga dikemukakan pelurusan tentang permintaan maaf Gus Dur terhadap para korban G 30 S PKI yang mengalami kesalahpahaman. Artinya dipahami secara salah. Selain itu, juga megungkapkan sikap NU terhadap propaganda PKI,” ,jelasnya.
Sementara Ketua PC IPNU Kabupaten Cirebon, Ayub Al Ansori mengatakan, dengan bedah buku ini kader NU khususnya IPNU-IPPNU bisa menggali sejarah mana yang sepaptutnya kita pegang sebagai panutan sejarah, bukan untuk membuka luka lama, sehingga timbul konflik baru, tetapi sebagai tabayun dan tarbiyah bagi kita bahwa ada penggalan yang musti kita ingat dan pelajari.
“Gus Dur pun pernah bilang, kita mesti memaafkan tapi tidak untuk melupakan,” tambah Ayub. (Nur Jannah/Mahbib)